Senin, 23 April 2012
Minggu, 08 April 2012
zooplankton
Zooplankton
Tinjauan Umum Zooplankton
Istilah
plankton berasal dari kata Yunani yang berarti pengembara. Plankton hidupnya
mengapung atau melayang dan daya geraknya tergantung dari pergerakan arus atau
pergerakan air. Plankton dibagi dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton
(plakton tumbuhan atau nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Arinardi et. al., 1994).
Zooplankton
atau plankton hewani merupakan suatu organisme yang berukuran kecil yang
hidupnya terombang-ambing oleh arus di lautan bebas yang hidupnya sebagai
hewan. Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan perenang aktif, yang
dapat mengadakan migrasi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi
kekuatan berenang mereka adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan kuatnya
gerakan arus itu sendiri ( Hutabarat dan Evans, 1986).
Berdasarkan
siklus hidupnya zooplankton dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu sebagai
meroplankton dan holoplankton banyak jenis hewan yang menghabiskan sebagian
hidupnya sebagai plankton, khususnya pada tingkat larva. Plankton kelompok ini disebut meroplankton atau plankton
sementara. Sedangkan holoplankton atau plankton tetap, yaitu biota yang
sepanjang hidupnya sebagai plankton. (Raymont, 1983; Omori dan Ikeda, 1984;
Arinardi et al.,1994, 1996).
Meroplankton terdiri atas
larva dari Filum Annelida, Moluska, Byrozoa, Echinodermata, Coelenterata atau
planula Cnidaria, berbagai macam Nauplius dan zoea sebagai Artrhopoda yang
hidup di dasar, juga telur dan tahap larva kebanyakan ikan. Sedangkan yang
termasuk holoplankton antara lain : Filum Artrhopoda terutama Subkelas
Copepoda, Chaetognata, Chordata kelas Appendiculata, Ctenophora, Protozoa,
Annelida Ordo Tomopteridae dan sebagian Moluska (Newell dan Newell, 1977;
Raymont, 1983; Omori dan Ikeda, 1984).
Menurut Arinardi et al.,
(1997), zooplankton dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya menjadi empat (
Tabel 2).
Tabel 2. Pengelompokkan zooplankton berdasarkan ukurannya
No.
|
Kelompok
|
Ukuran
|
Organisme Utama
|
1
|
Mikroplankton
|
20 - 200µm
|
Ciliata, Foraminifera,
nauplius, rotifera, Copepoda
|
2
|
Mesoplankton
|
200µm - 2 mm
|
Cladocera, Copepoda,
dan Larvacea
|
3
|
Makroplankton
|
2 - 20 mm
|
Pteropoda, Copepoda,
Euphasid, Chaetognatha
|
4
|
Mikronekton
|
20 - 200 mm
|
Chepalopoda,Euphasid,
Sargestid dan Myctophid
|
5
|
Megaloplankton
|
> 20 mm
|
Scyphozoa, Thaliacea
|
Sumber : Arinardi et al., (1997)
Zooplankton merupakan produsen sekunder sehingga penting
dalam jaring-jaring makanan di suatu perairan. Zooplankton memangsa
fitoplankton dimana fitoplankton itu sendiri memanfaatkan nutrient melalui proses
fotosintesis (Kaswadji et al., 1993). Pada
proses selanjutnya zooplankton merupakan makanan alami bagi larva ikan dan
mampu mengantarkan energi ke jenjang tropik yang lebih tinggi. Dalam hubungan
dengan rantai makanan zooplankton berperan sebagai penghubung produsen primer
dengan tingkat pakan yang lebih tinggi, sehinnga kelimpahan zooplankton sering
dikaitkan dengan kesuburan peraiaran (Arinardi et. al., 1994). Dari berbagai jenis zooplankton hanya ada
satu golongan saja yang sangat penting menurut sudut ekologis yaitu subklas
Copepoda (klas Crustacea, filum Arthropoda). Hewan- hewan kecil ini sangat
penting artinya bagi ekonomi ekosistem- ekosistem bahari karena merupakan
herbivora primer dalam laut ( Nybakken, 1992).
Menurut Nybakken
(1992), zooplankton melakukan migrasi vertikal harian dimana zooplankton
bergerak ke arah dasar pada siang hari dan ke permukaan pada malam hari.
Gerakan tersebut dimaksudkan untuk mencari makanan yaitu fitoplankton. Gerakan pada malam hari
lebih banyak dilakukan karena adanya variasi makanan yaitu fitoplankton lebih
banyak, selain itu dimungkinkan karena zooplankton menghindari sinar matahari
langsung (Nontji, 1993).
Klasifikasi
Zooplankton
Arinardi et
al., (1994) mengatakan
bahwa beberapa filum hewan terwakili di dalam kelompok zooplankton. Zooplankton
terdiri dari beberapa filum hewan antara lain : filum
Protozoa, Cnidaria, Ctenophora, Annelida, Crustacea, Mollusca, Echinodermata,
dan Chordata.
1 Protozoa
Protozoa dibagi dalam 4 kelas
yaitu : Rhizopoda, Ciliata, Flagellata dan Sporozoa. Kelas Sporozoa tidak ada
yang hidup sebagai plankton karena semuanya merupakan plankton seperti
Plasmodium dan Nyzobulus yang hidup dalam tubuh manusia dan ikan. Mengenai
Flagellata, dalam hal ini ”Zooflagellata”
yang hidup sebagai plankton (freeliving)
sebetulnya semuanya merupakan tipe holozoik dari alga yang berflagel seperti
Pyrrophyta (Sachlan, 1982).
Beberapa flagelata
diklasifikasikan sebagai Fitoflagelata, akan tetapi karena memiliki sedikit
pigmen fotosintesis dan makan dengan cara memangsa maka dimasukkan ke dalam
golongan zooplankton. Jenis ini paling banyak terdapat dalam peridinia dan
paling banyak diketahui adalah Nocticula miliaris dengan ciri – ciri memiliki diameter 200 – 1200 µm
dan ditandai dengan flagelum yang panjangnya sama dengan tubuhnya, jenis ini
dapat melakukan bioluminisense (Bougis, 1976).
Cilliata sebagian besar hidup
bebas di air tawar, dan ada hanya beberapa golongan yang hidup di laut
(golongan Tintinnidae). Cilliata ini merupakan zooplankton sejati di air tawar,
tetapi banyak hidup diantara Periphyton atau di dasar sebagai bentos, dimana
terdapat banyak detritus yang membusuk (Sachlan, 1982).
Rhizopoda
merupakan zooplankton yang penting di air laut maupun air tawar, selain itu ia
juga penting untuk ilmu Paleontologi dan Geologi. Rhizopoda memiliki arti kaki-
kaki yang bentuknya seperti akar tumbuh- tumbuhan yang tidak teratur. Rhizopoda
dianggap berasal dari genera-genera alga dari Saprophytic-type seperti
Chloramoeba, Gametamoeba, dan Chrysamoeba. Rhizopora terdiri dari beberapa
ordo:Amoebina, Foraminifera, Radiolaria dan Heliozoa (Sachlan, 1982). Contoh
genus dari filum Protozoa antara lain : Paramecium, Vorticella, Dileptus,
Dinoclonium, dan Rabdonella ( Hutabarat dan Evans, 1986).
2. Cnidaria
Cnidaria
terdiri dari klas Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa. Hanya pada kelas Hydrozoa,
dimana Hydra juga termasuk dan terdiri dari spesies-spesies berupa ubur-ubur
kecil yang hidup sebagai plankton (Sachlan, 1982).
Bentuk morfologi
Cnidaria terkadang sangat rumit walaupun memiliki struktur yang sederhana.
Cnidaria memiliki 2 lapisan sel, yaitu external dan lapisan internal yang dipisahkan
oleh lapisan gelatin non selular yang disebut mesoglea. Karakteristik penting Cnidaria adalah adanya sel penyengat
(nematocysts) yang menyuntikkan venum
yang dapat melumpuhkan mangsanya (Bougis, 1976).
Termasuk
dalam filum Cnidaria yang holoplanktonik ialah ubur-ubur dari kelas Hydrozoa
dan Scypozoa, serta koloni-koloni yang kompleks dan aneh dikenal dengan nama
sifonofora. Ubur-ubur dari kelas Scypozoa merupakan organisme plankton terbesar
dan kadang-kadang terdapat dalam jumlah besar (Nybakken, 1992). Contoh genus
dari filum Cnidaria antara lain : Obelia, Liriope, Bougaivillia, Diphyes ( Hutabarat
dan Evans, 1986).
3. Ctenophora
Filum
Ctenophora yang secara taksonomi masih dekat dengan Cnidaria sebagian besar
bersifat planktonik. Semua Ctenophora adalah karnivora rakus, yang menangkap
mangsanya dengan tentakel- tentakel yang lengket atau dengan mulutnya yang
sangat lebar. Untuk bergerak dalam air menggunakan deretan- deretan silia yang
besar yang disebut stenes (Nybakken, 1992). Perbedaan Ctenophora dengan
Cnidaria adalah tidak adanya sel penyengat (nematocysts) pada Ctebophora tetapi
memiliki sel pelengket yang disebut coloblast dimana sel ini dapat melekatkan
mangsanya (Bougis, 1976).
Ctenophora
dahulu di masukkan dalam filum Coelenterata tetapi kemudian di pisahkan, karena
tidak mempunyai nematokis dan hanya mempunyai struktur-struktur seperti sisir (cteno). Spesies ini sangat transparan
dan tidak berwarna (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Ctenophora antara
lain : Pleurobrachia, Velamen, Beroe ( Hutabarat dan Evans, 1986).
4. Annelida
Annelida ini cukup banyak
terdapat sebagai meroplankton di laut. Di perairan air tawar jenis Annelida ini
hanya terdapat lintah (ordo Hirudinae) dan dapat menjadi parasit pada ikan-ikan
yang dipelihara di kolam. Banyak meroplankton dari Annelida ini terdapat di
pantai-pantai yang subur, seperti halnya meroplankton dari Crustacea. Larva-
larva Annelida bernama trochophore larva, jika baru keluar dari telur,
berbentuk bulat atau oval, besilia dan mempunyai tractus digesvitus agar di
lautan bebas dapat memakan nanoplankton dan detritus yang halus ( Sachlan,
1982).
5. Arthropoda
Menurut Nybakken
(1992) bagian terbesar zooplankton adalah anggota filum arthropoda. Dari phylum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton
dan merupakan zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air
laut. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin
atau kapur yang sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea atau
udang-udangan tingkat tinggi. Sebagian besar dari larva Malacostracea merupakan
meroplankton dan sebagian besar mati sebagai plankton karena di makan oleh
spesies hewan yang lebih besar atau mati karena kekurangan makanan.
Entomostracea yang terdiri dari ordo-ordo Branchiopoda, Ostracoda, Copepoda dan
Cirripedia, tidak mempunyai stadium zoea seperti halnya Malocostracea.
Entomostracea yang merupakan zooplankton ialah Cladocera, Ostracoda dan
Copepoda, sedangkan dari Malacostracea hanya Mycidacea dan Euphausiacea yang merupakan
zooplankton kasar atau makrozooplankton (Sachlan, 1982).
Salah satu subkelas Crustacea yang
penting bagi perairan adalah Copepoda. Copepoda adalah crustacea holoplanktonik
berukuran kecil yang mendominasi zooplankton di semua laut dan samudera. Pada
umumnya copepoda yang hidup bebas berukuran kecil, panjangnya antara satu dan
beberapa milimeter. Kedua antenanya yang paling besar berguna untuk menghambat
laju tenggelamnya. Copepoda makan fitoplankton dengan cara menyaringnya melalui
rambut–rambut (setae) halus yang tumbuh di appendiks
tertentu yang mengelilingi mulut (maxillae),
atau langsung menangkap fitoplankton dengan apendiksnya (Nybakken, 1992).
Bougis (1974) menjelaskan bahwa
copepoda merupakan biota plankton yang mendominasi jumlah tangkapan zooplankton
yang berukuran besar (2500 µm) pada suatu perairan dengan
kelimpahan mencapai 30% atau lebih sepanjang tahun dan dapat meningkat
sewaktu-waktu selama masa reproduksi.
Copepoda mendominasi populasi zooplankton di perairan laut dengan
persentase berkisar antara 50-80% dari biomassa zooplankton dalam ekosistem
laut. Beberapa diantaranya bersifat herbivor (pemakan fitoplankton) dan
membentuk rantai makanan antara fitoplankton dan ikan. Copepoda merupakan
organisme laut yang sangat beragam dan melimpah, dan merupakan mata rantai yang
sangat penting dalam rantai makanan dan ekonomi lautan (Wickstead 1976). Contoh
genus dari Arthropoda antara lain Paracalanus, Pseudocalanus, Acartia,
Euchaeta, Calanus, Oithona, Microsetella (Hutabarat dan Evans, 1986).
6. Moluska
Moluska terdiri dari klas
Gastropoda, Pelecypoda (Bivalvea) dan Cephalopoda. Di periran air tawar,
meroplankton dari Gastropoda dan Bivalvea tidak begitu berperan penting
(Sachlan, 1982).
Filum Moluska biasanya terdiri
dari hewan-hewan bentik yang lambat. Namun, terdapat pula bermacam moluscka
yang telah mengalami adaptasi khusus agar dapat hidup sebagai holoplankton. Moluska
planktonik yang telah mengalami modifikasi tertinggi ialah ptepropoda dan
heteropoda. Kedua kelompok ini
secara taksonomi dekat dengan siput dan termasuk kelas Gastropoda. Ada dua tipe
pteropoda, yang bercangkang (ordo Thecosomata) dan yang telanjang (ordo
Gymnosomata). Pteropoda bercangkang adalah pemakan tumbuhan (herbivora),
cangkangnya rapuh dan berenang menggunakan kakinya yang berbentuk sayap.
Pteropoda telanjang dapat berenang lebih cepat daripada yang bercangkang.
Heteropoda adalah karnivora berukuran besar dengan tubuh seperti agar-agar yang
tembus cahaya (Nybakken, 1992). Contoh genus dari filum Moluska antara lain :
Creseis, Limacina, Cavolina, Diacria, Squid ( Hutabarat dan Evans, 1986).
7. Echinodermata
Phylum Echinodermata hanya
larva-larva dari beberapa ordo yang termasuk meroplankton. Ada larva yang
bentuknya seperti larva Chordata, sehingga ada anggapan bahwa Chordata adalah
keturunan Echinodermata. Genus-genus Echinodermata yang larva-larvanya
merupakan meroplankton ialah Bipinaria, Brachiolarva dan Auricularia, yang ada
pada waktunya akan mengendap semua pada dasar laut sebagai benthal-fauna
(Sachlan, 1982).
Semua Echinodermata melalui
fase larva pelagik dalam perkembangannya. Sama seperi hewan lainnya lamanya
menjadi larva pelagik tergantung pada telurnya, kurang baik atau sudah bagus
(Newell dan Newell, 1977). Contoh genus dari filum Echinodermata antara lain :
Echinopluteus, Ophiopluteus, dan Auricularia
(Hutabarat dan Evans, 1986).
8. Chordata
Chordata termasuk dalam ordo
Mamalia,menurut evolusi merupakan keturunan dari spesies-spesies yang hidup
sebagai zooplankton dan bentuknya mirip dengan larva-larva Echinodermata. Dari
4 subfilum dari Chordata hanya ada 2 yang hidup sebagai zooplankton yaitu
Enteropneusta dan Urochordata. Larva-larva dari Enteropneusta inilah yang bentuknya seperti larva
Echinodermata, seperti Tornaria-larva (Sachlan, 1982). Contoh genus dari filum Chordata antara lain :
Thalia, Oikopleura, dan Fritillaria (Hutabarat dan Evans, 1986).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelimpahan Zooplankton
Kelimpahan zooplankton pada
suatu perairan dipengaruhi oleh faktor-faktor abiotik yaitu : suhu, kecerahan, kecepatan arus, salinitas,pH, DO
(Kennish, 1990; Sumich, 1992; Romimohtarto dan Juwana, 1999). Sedangkan faktor
biotik yang dapat mempengaruhi distribusi zooplankton adalah bahan nutrien dan
ketersedian makanan (Kennish, 1990; Sumich, 1992).
2.2.3.1.Suhu
Suhu perairan
mempengaruhi keberadaan zooplankton secara fisiologis dan ekologis (Kennish,
1990). Secara fisiologis perbedaan suhu perairan sangat berpengaruh terhadap
fekunditas, lama hidup, dan ukuran dewasa zooplankton. Secara ekologis
perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan zooplankton.
Suhu
mempengaruhi daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas penyebaran
suatu jenis dalam hal ini mempertahankan kelangsungan hidup, reproduksi,
perkembangan dan kompetisi (Krebs, 1985). Sedangakan menurut Dawes (1981) suhu yang baik bagi biota laut untuk
hidup normal adalah 20 -35 ºC dengan fluktuasi tidak lebih dari 5
ºC. Menurut Ray dan Rao
(1964) dalam Dawson (1979) suhu yang
baik untuk kelimpahan zooplankton di daerah tropika secara umum berkisar antara
24˚C - 30˚C.
2.2.3.2.Kecerahan
Definisi dari kecerahan adalah jarak yang bisa ditembus cahaya dalam kolom air
dan kedalaman merupakan fungsi dari kecerahan, sedangkan kekeruhan air adalah
suatu ukuran bias cahaya di dalam air yang menunjukkan derajat kegelapan di dalam
suatu perairan yang disebabkan adanya partikel- partikel yang hidup maupun yang
mati yang dapat mengurangi transmisi cahaya (APHA, 1995). Semakin besar nilai
kecerahan akan meningkatkan hasil produktifitas primer dalam bentuk biomassa
yang merupakan pendukung utama kehidupan komunitas pada lingkungan tertentu
(Tait, 1981).
2.2.3.3.Arus
Arus merupakan
faktor utama yang membatasi penyebaran biota dalam perairan (Odum, 1971). Arus laut dapat membawa larva planktonik jauh
dari habitat induknya menuju ke tempat mereka menetap dan berkembang (Jackson, 1986). Pada
daerah mangrove, arus yang disebabkan pasang surut mempunyai pengaruh nyata
terhadap distribusi plankton. Arus mempunyai arti penting dalam menentukam
pergerakan dan distribusi plankton pada suatu perairan. Arus merupakan sarana transportasi baku untuk
makanan maupun oksigen bagi suatu organisme air (Hawkes, 1978). Pergerakan
zooplankton terjadi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi
kekuatan berenangnya sangat kecil bila dibandingkan dengan kekuatan arus
tersebut (Hutabarat dan Evans, 1986; Nybakken, 1992).
2.2.3.4.Salinitas
Zooplankton
memiliki kepekaan yang tinggi terhadap tingkat salinitas pada perairan di
ekosistem mangrove. Tingkat toleransi pada tiap-tiap zooplankton sangat
bervariasi (Kennish, 1990). Salinitas yang ekstrim dapat menghambat pertumbuhan dan meningkatkan kematian pada
zooplankton (Odum, 1993). Menurut Sachlan (1982), pada salinitas 0 - 10 ppt
hidup plankton air tawar, pada salinitas 10 – 20 ppt hidup plankton air tawar
dan laut, sedangkan pada salinitas yang lebih besar dari 20 ppt hidup plankton
air laut.
2.2.3.5.Derajat Keasaman (pH)
Derajat
keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan,
sehingga sering dipakai untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan. Menurut
Raymont (1963), pH dapat mempengaruhi plankton dalam proses perubahan dalam
reaksi fisiologis dari berbagai jaringan maupun pada reaksi enzim. Tait (1981)
menyatakan bahwa kisaran pH optimum bagi pertumbuhan plankton adalah 5,6-9,4.
2.2.3.6.Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen
terlarut dalah gas untuk respirasi yang sering menjadi faktor pembatas dalam
lingkungan perairan. Ditinjau dari segi ekosistem, kadar oksigen terlarut
menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi serta sangat penting bagi
kelangsungan dan pertumbuhan organisme air. Kandungan oksigen terlarut akan
berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas (Sachlan, 1982; Nybakken, 1988).
Menurut Raymont (1963), konsentrasi dari oksigen terlarut paling rendah yang
dibutuhkan oleh organisme perairan adalah 1 ppm.
2.2.3.7.Bahan Nutrien
Komponen
nutrien utama yang sangat diperlukan dalam menentukan tingkat kesuburan
perairan adalah nitrat dan fosfat. Nitrat (NO3) adalah komponen nitrogen yang
paling melimpah keberadaannya di laut. Nitrogen merupakan bagian esensial dari
seluruh kehidupan karena berfungsi sebagai pembentuk protein dalam jaringan
sehingga aktifitas yang utama seperti fotosintesis dan respirasi tidak dapat
berlangsung tanpa tersedianya nitrogen yang cukup (Ranoemihardjo dan
Martosoedarmo, 1988).
Proses utama dalam metabolism nitrat adalah penyerapan
pada proses fotosintesa fitoplankton, regenerasi nitrat melalui proses dekomposisi
oksida bahan-bahan organik di bawah permukaan kolom air di permukaan sedimen,
juga denitrifikasi yang terjadi dalam kondisi anaerob (Tait, 1981; Millero dan
Sohn, 1992).
Menurut
Vollenweinder ( 1968) dalam Gunawati (1984) penentuan tingkat kesuburan
perairan berdasarkan konsentrasi nitrat sebagai berikut :
< 0,226 :
kesuburan kurang
0,226 – 1,129 :
kesuburan sedang
1,130 – 11,29 :
kesuburan tinggi
Zooplankton memperoleh nitrogen organik dan
anorganik dari fitoplankton dan mikroorganisme, kemudian mengekresikan nitrogen
organik dalam feses yang akan mengendap atau menjadi terlarut. Aktivitas
mikroorganisme bentik dapat merubah nitrogen organik menjadi anorganik di dalam
sedimen. Bakteri juga berperan dalam siklus nitrogen yaitu merubah nitrogen organik
terlarut menjadi anorganik. (Tait, 1981; Meadows dan Campbell, 1993).
Nutien
tidak secara langsung dibutuhkan zooplankton. Fitoplankton menggunakan nitrat
untuk perkembangannya. Perkembangan fitoplankton akan mempengaruhi pula
perkembangan zooplankton, hal ini dikarenakan fitoplankton adalah makanan utama
bagi zooplankton (Wickstead, 1965).
Fosfat merupakan faktor pembatas bagi produktifitas
suatu perairan. Perairan dengan kandungan fosfat yang tinggi melebihi kebutuhan
normal organisme nabati yang ada di perairan tersebut, maka akan menyebabkan
terjadinya eutofikasi ( Nybakken, 1992).
Secara alamiah, fosfor tidak terdapat dalam
bentuk bebas namun dalam bentuk fosfat. Dalam sistem perairan, fosfat berada
dalam bentuk fosfat terlarut atau fosfat organik yang terkandung dalam biota
plankton (Tait, 1981; Michael, 1994).
Joshimura (1976) dalam Wardoyo (1982) menggolongkan
tingkat kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat terlarut sebagai
berikut :
< 0,02 :
rendah
0,021 – 0,05 :
cukup
0,051 – 0,10 :
baik
2.2.3.8.Ketersediaan Makanan
Distribusi zooplankton melimpah di perairan
berkaitan erat dengan ketersediaan makanan atau fitoplankton sebagai makanannya
( Meadows dan Campbell, 1993). Wijayanti et
al. (1995) menambahkan bahwa komposisi dari komunitas zooplankton
bervariasi dari tahun ke tahun dikarenakan perubahan makanan dan lingkungan
tempat hidupnya. Jenis fitoplankton yang dimakan zooplankton antara lain
Chaeteceros, Skeletonema, Fraggilaria, Oscillatoria,
Ceratium (Soedibjo, 2006).
fitoplankton
Fitoplankton
Pengertian Fitoplankton
Fitoplankton
adalah sekelompok dari biota tumbuh-tumbuhan autotrof, mempunyai klorofil dan
pigmen lainnya di dalam selnya dan mampu untuk menyerap energi radiasi dan CO2
untuk melakukan fotosintesis. Biota tersebut mampu mensintesis bahan-bahan anorganik
untuk dirubah menjadi bahan organik (yang terpenting yaitu karbohidrat) (Zhong,
1989).
Seluruh
plankton dari golongan fitoplankton memiliki warna, dimana sebagian berwarna
hijau karena mengandung berbagai jenis pigmen klorofil, yaitu klorofil –a
sampai klorofil –d. Meskipun demikian, penamaan atau penggolongan algae
berdasarkan kepada dasar warna, meskipun kandungan pigmen terdiri dari beberapa
pigmen (Sachlan, 1982).
Klasifikasi fitoplankton
Fitoplankton
dicirikan dengan pigmen yang berkaitan dengan proses fotosintesa. Selanjutnya
proses fotosintesa yang dilakukan oleh algae berkaitan dengan klorofil a
(kecuali pada alga hijau biru), dimana pigmen tersebut merupakan sel organ
kloroplas. Pigmen yang terdapat dalam kloroplas tersebut digunakan sebagai
kriteria untuk mengelompokkan alga ke dalam kelas (Bold dan Wynne, 1985).
Menurut
Romimohtarto dan Juwana (2001) meskipun membentuk sejumlah biomasa di laut,
fitoplankton ini hanya diwakili oleh beberapa divisi saja, sebagian besar
diantaranya bersel satu dan bersifat mikroskopik. Sachlan (1982) membagi algae
menjadi beberapa divisi yaitu : Cyanophyta (alga hijau biru), Chlorophyta (alga
hijau), Chrysophyta (alga kuning), Pyrrophyta (dinoflagellata), Euglenophyta,
Phaeophyta (alga coklat), Rhodhophyta (alga merah).
- Cyanophyceae
Cyanophyceae
atau ganggang hijau biru merupakan fitoplankton yang bersifat prokariotik.
Bentuk sel Cyanophyceae umumnya berupa sel tunggal, koloni atau filamen. Dalam
bentuk koloni atau filamen alga ini mampu melakukan proses fiksasi nitrogen
sehingga dapat menyebabkan ledakan populasi blooming
baik diperairan tawar maupun perairan laut (Sachlan, 1982).
Menurut
Sumich (1992) Cyanophyceae umumnya ditemukan melimpah didaerah intertidal dan
estuari tetapi dapat dijumpai pula diperairan tropis dan sub tropis. Salah satu
jenis Cyanophyceae yang sering ditemukan diperairan yang mengandung zat hara
yang rendah adalah dari jenis Tricodesmium. Pada kelas cyanophyceae adaptasi
pengapungannya yaitu dengan memanfaatkan bentuk sel-selnya untuk membentuk
rantai seperti pada Tricodesmium.
Fitoplankton dari kelas
Cyanophyceae mempunyai sifat-sifat khas, antara lain : (1) memilki toleransi
terhadap keadaan kering biasanya dari genus Oscillatoria; (b) memilki toleransi
terhadap suhu tertentu pada genus (Oscillatoria); (c) beberapa jenis alga biru
mampu mengikat molekul zat lemas (N2) dari udara, apabila dalam
tanah tidak terdapat nitrat; (d) belum mempunyai inti yang sempurna (Sachlan,
1982). Reproduksi Cyanophyceae dengan pembelahan diri (cell division). Pada
proses ini terjadi pemisahan sel keturunan yang kemudian tumbuh dan berkembang
membentuk koloni atau filament (Bold and Wyne, 1985). Bentuk koloni dan
fillament Cyanophyceae dihasilkan oleh fragmentasi sel induk yang kemudian
memisah dan menjadi individu baru. Potongan fragment dari trichome disebut
hormogonia dan dihasilkan dari proses pemisahan pada dinding sel trichome atau
oleh sel yang mati dan menjadi separation disc (Sharma, 1992).
- Chlorophyceae
Nama yang popular untuk Chlorophyceae adalah alga hijau.
Hal itu dikarenakan warna yang dimilikinya. Warna itu diakibatkan oleh klorofil
yang terdapat dalam tubuhnya yaitu klorofil a dan b yang terdiri dari : α, β, γ carotenes
dan beberapa xanthophylls, 2-5-thylakoids/stack (Bold dan wyne, 1985).
Produk yang dihasilkan dari alga ini adalah berupa kanji (amilose dan
amilopektin), beberapa dapat menghasilkan produk berupa minyak. Alga ini sangat
penting sebagai sumber makanan bagi protozoa dan hewan air (Kimball, 1996)
Banyak diantara
anggota divisi ini yang benar-benar menyerupai tumbuhan. Keberadaan dinding sel
yang terdiri dari klorofil a dan b adalah ciri-ciri tumbuhan dan hal ini
menunjukkan bahwa alga hijau merupakan kerabat dekat protista. Reproduksi
dilakukan dengan pembelahan biasa. Dinding sel terbuat dari selulosa, hydroxyl-proline glucosides, xilans, dan mannans. Kelas ini biasanya melimpah pada perairan yang relatif
tenang. (Arinardi et al., 1997).
3. Dinophyceae
Alga jenis ini lebih populer
dengan sebutan Dinoflagellata. Klorofil yang terdapat dalam tubuhnya adalah
klorofil a dan c yang terdiri dari : β carotenes dan beberapa xanthophylls, 2-6-thylakoids/stack (Bold dan wyne, 1985). Produk yang dihasilkan dari
alga ini adalah berupa kanji, α-1-4-glucan,
beberapa dapat berupa minyak. Dinoflagellata merupakan produser primer kedua
setelah diatom. Kelas Dynophyceae berukuran kecil, uniseluler, memiliki dua
cambuk yang dapat digunakan untuk bergerak, dinding tipis atau berkotak-kotak
dan memiliki warna kuning-hijau dan kemerah-merahan (Sachlan, 1982).
Menurut Boney (1989) struktur
Dinoflagellata dapat dibagi menjadi dua yaitu bagian atas (apical) yang
dinamakan epitheca (episome/epicone)
dan bagian bawah (antapical) yang disebut hipotheca (hyposome/hypocome) diantaranya terdapat satu bagian seperti sabuk
yang disebut girdle (cingulum). Selain girdle terdapat suatu lekukan yang berawal pada girdle dan mengarah ke antapical, yaitu sulcus. Bagian yang memperlihatkan sulcus disebut dorsal. Girdle dan sulcus masing-masing memiliki satu flagel, yaitu flagel transversum (dalam girdle) dan flagel
longitudinal (dalam sulcus). Fungsi flagel transversum
adalah untuk berenang sedangkan flagel longitudinal
digunakan untuk kemudi. Oleh karena itu gerak dari Dinoflagellata merupakan
gerak memutar atau berguling-guling. Kedua flagel bermuara pada lubang
pertemuan antar sulcus dan girdle (Boney,1989).
Reproduksi pada Dinoflagellata
umumnya adalah dengan pembelahan sel. Laju pembelahan ini akan sangat tinggi
bila lingkungannya optimal, meskipun terdapat variasi antarjenis dan antarwaktu
(Nontji, 2008). Lebih lanjut dijelaskan oleh Sachlan (1982), bahwa cara
perkembangbiakannya melalui proses pembelahan. Dalam sel antara kotak-kotak
selanjutnya memisahkan diri dan masing-masing bagian membuat dinding sel baru.
4. Bacillariophyceae
Diatom yang merupakan sebutan lain untuk kelas
Bacillariophyceae, merupakan fitoplankton yang dominan di laut. Bentuk diatom
dapat berupa sel tunggal atau rangkaian sel panjang, setiap sel dilindungi oleh
dinding silica yang menyerupai kotak (Sachlan, 1982; Arinardi et al., 1994).
Jenis-jenis diatom yang banyak ditemukan di perairan pantai atau mulut sungai
adalah chaetoceros, rhizosolenia, dan coscinodiscus (Arinardi et al., 1994). Distribusi diatom sangat
luas meliputi air laut sampai air tawar, baik dalam komunitas plankton maupun
bentik. Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan reproduksi diatom yang lebih
besar dibandingkan dengan kelompok fitoplankton lainnya.
Struktur cangkang Diatom diibaratkan
sebagai sebuah kotak bersama tutupnya karena terdiri dari dua bagian yang cocok
satu sama lain. Dinding (bersama selnya) disebut frustula. Morfologi frustula terdiri dari dua valva (valve)
setangkup bagaikan cawan petri (petri
disk) yang dihubungkan oleh sabuk-sabuk penghubung yang saling tumpang
tindih dan bersama-sama membentuk gelang (girdle).
Valve yang lebih besar dinamakan
epiteka (epitheca) dan valve yang lebih kecil dinamakan
hipoteka (hipotheca). Protoplasma
seluruhnya terletak didalam cangkang, tetapi untuk pertukaran hasil-hasil
metaboliknya dihubungkan oleh rafe (raphae)
dalam valve pada jenis-jenis tertentu
atau melalui pori-pori kecil pada jenis yang lain (Romimohtarto dan Juwana,
2001).
Berdasarkan bentuknya, diatom dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kelompok centric
diatom dan kelompok pennate diatom.
Kelompok centrales memiliki bentuk
valve yang tersusun secara radial atau terkonsentrasi satu titik (Lalli dan
Parsons, 1997). Umumnya kelompok ini mempunyai gambaran bentuk dinding sel
bulat, silindris, atau segitiga dan sebagian besar bersifat planktonik.
Sedangkan kelompok pennate memiliki bentuk yang panjang dengan simetris
bilateral sepanjang sumbu katup dinding sel (Lalli dan Parsons, 1997).
Langganan:
Postingan (Atom)